Generasi Muda dan Penerus Kartini
Raden Ajeng Kartini, siapa yang tak kenal dengan tokoh emansipasi tersebut. Semangat juangannya tak pernah lekang oleh waktu. Bahkan hingga saat ini. Tidak sekedar menginspirasi, Raden Ajeng Kartini juga meninggalkan warisan kepada generasi bangsa. Buah pemikiran atas kegundahan dan cita-cita. Cita-cita besar yang menghantarkannya menjadi pelopor kebangkitan perempuan pribumi di Indonesia.
R.A Kartini, lahir pada 21 April tahun 1879 di kota Jepara, Jawa Tengah. Ia merupakan anak ke lima dari sebelas saudara. Ayahnya adalah seorang bangsawan bernama Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat. Ibunya bernama M.A. Ngasirah, putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, seorang guru agama di Telukawur, Jepara. Sampai usia 12 tahun, Kartini diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere School). Di sinilah Kartini belajar bahasa Belanda. Tetapi setelah usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena sudah harus dipingit.
Pada bulan november 1903, Kartini yang saat itu masih berumur 24 tahun menikah dengan K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat. Seorang bupati Rembang yang sudah pernah memiliki tiga istri. Saat itu, bukan hal yang aneh jika bangsawan memiliki banyak istri. Setelah menikah, Kartini kemudian pindah ke Rembang. Beruntung, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat mendukung cita-cita besarnya. Bukan hanya sekedar dukungan, bupati Rembang itu bahkan mengizinkan Kartini mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang.
Kartini memulai langkah besarnya dengan banyak membaca. Mulai dari surat kabar Semarang De Locomotief yang diasuh Pieter Brooshooft. hingga majalah wanita Belanda De Hollandsche Lelie. Bahkan beberapa kali tulisannya berhasil terbit di majalah tersebut. banyak buku yang telah dibaca Kartini sebelum berumur 20 tahun. Misalnya buku berjudul Max Havelaar dan Surat-Surat Cinta karya Multatuli, yang pada November 1901 sudah dibacanya dua kali. Lalu De Stille Kraacht (Kekuatan Gaib) karya Louis Coperus. Kemudian karya Van Eeden yang bermutu tinggi, karya Augusta de Witt, roman-feminis karya Nyonya Goekoop de-Jong Van Beek dan sebuah roman anti-perang karangan Berta Von Suttner, Die Waffen Nieder (Letakkan Senjata). Semuanya berbahasa Belanda.
Karena banyak membaca, cakrawala pengetahuan Kartini menjadi terbuka. Sejak awal, Kartini memang tertarik pada kemajuan berpikir perempuan-perempuan eropa. Dia ingin wanita memiliki kebebasan menuntut ilmu dan belajar. Kartini menulis ide dan cita-citanya berdasar kepada Religieusiteit, Wijsheid en Schoonheid (yaitu Ketuhanan, Kebijaksanaan dan Keindahan), ditambah dengan Humanitarianisme (peri kemanusiaan) dan Nasionalisme (cinta tanah air).
Beberapa tahun kemudian, Kartini mulai aktif melakukan korespondensi dengan sahabat-sahabatnya di eropa, terutama Belanda. Salah satunya adalah Rosa Abendanon. Beberapa Tahun setelah Kartini wafat, Mr. Abendanon kemudian mengumpulkan surat-surat tersebut dan menghimpunnya dalam sebuah buku. Lalu menerbitkannya dengan judul Door Duisternis tot Licht yang berarti, habis gelap terbitlah terang.
perkenalannya dengan Estelle “Stella” Zeehandelaar semakin mengasah sikap kritisnya. Ia mengungkap keinginan untuk menjadi seperti kaum muda Eropa. Ia menggambarkan penderitaan perempuan Jawa akibat kungkungan adat, yaitu tidak bisa bebas duduk di bangku sekolah. Harus dipingit, dinikahkan dengan laki-laki yang tak dikenal, dan harus bersedia dimadu. Kartini bahkan pernah menggugat agama yang dianggapnya sering digunakan sebagai alasan untuk berselisih.
Meski pemikiran Kartini terlihat sedikit radikal diawal surat-suratnya. Namun, sedikit demi sedikit ia mulai sedikit toleran. Pernikahan tidak lagi dianggapnya sebagai penjara. Ia bahkan menganggap pernikahan akan memberinya keuntungan untuk merealisasikan cita-cita mendirikan sekolah bagi perempuan pribumi. Hal ini tentu saja, karena ia memiliki suami yang selalu mendukung cita-citanya.
Kartini Masa Kini
Tepat tanggal 21 April. Bangsa Indonesia, khususnya kaum perempuan kembali memperingati hari Kartini. Hari jadi bagi perjuangan emansipasi sekaligus hari pemberian gelar pahlawan nasional kepada R.A Kartini. meski menuai banyak kontraversi, namun hari yang telah di tetapkan sejak tanggal 2 Mei 1964 ini tak pernah luput dari perayaan. Bahkan tak sedikit perempuan Indonesia yang selalu mengadakan event saat hari kartini tiba.
Menilik pada semangat emansipasi, tak ada salahnya jika kita menengok sejenak eksistensi kartini-kartini masa kini. Di Indonesia, meski jumlahnya belum setara dengan laki-laki, Perempuan telah banyak mengukir prestasi. Beberapa diantanya bahkan telah mecapai posisi puncak dibidang yang dominan kaum pria. Uniknya, meski telah mengukir prestasi, Kartini-Kartini era baru ini tetap tak melupakan tugas utamanya sebagai perempuan.
Pakar etika, Mien Uno, mengatakan peran perempuan fleksibel dalam keluarga. Perempuan berusia 71 tahun yang selalu bersemangat ini mengungkapkan, bahwa Kartini masa kini adalah perempuan dengan delapan tangan. Delapan tangan yang dimiliki Kartini masa kini seperti dijelaskan Mien di antaranya proteksi, moral, memerhatikan edukasi, peduli pada kecantikan, mampu berkomunikasi, punya visi, merawat anak-anak, dan memerhatikan kesehatan. Untuk mampu melakukannya, perempuan perlu meningkatkan wawasan selain juga percaya diri menampilkan pribadinya.
Tak bisa dipungkiri, keberadaan Kartini masa kini tak bisa lepas dari dedikasi tinggi untuk mengabdi kepada negeri. Selain itu, kesadaran akan pendidikan dan informasi juga memberi peranan penting. Apalagi, kesetaraan dalam berbagai aspek kehidupan telah terbuka lebar. Hal ini semakin memberi kesempatan kepada banyak perempuan untuk berkarir di dunia luar. Tentu saja, dengan tidak menanggalkan tugas sebagai seorang perempuan juga seorang ibu.
Sebagai pengejawantahan Kartini modern, banyak nama yang patut dituliskan. Mereka menjadi luar biasa karena dedikasi yang tinggi di bidang masing-masing. Di dunia bisnis misalnya, ada Parwati Surjaudaja dan aviliani. Keduanya bergelut di dunia perbankan. Bukan hanya prestasi luar biasa yang berhasil ditorehkan. Namun, keduanya kini juga memegang jabatan strategis. Parwati Surjaudaja adalah Presiden Direktur Bank OCBC NISP, sedangkan Aviliani adalah seorang komisaris Independen Bank Rakyat Indonesia (BRI).
Di bidang penerbangan ada Fariana Dewi dan Sarah Kusuma. Keduanya adalah pilot yang telah memiliki jam terbang tinggi. Bahkan Fariana Dewi yang telah berpangkat letnan satu itu merupakan satu-satunya perempuan di Asia Tenggara yang mampu menerbangkan Helikopter jenis Kolibri.
Beralih ke dunia seni. Kartini modern dalam bidang ini memiliki peran sentral untuk mempengaruhi publik. Melalui karya seni, mereka menunjukkan bakat dan memberikan education bagi penontonnya. Tidak sedikit karya mereka menjadi inspirasi bagi anak-anak negeri. Dalam bidang seni, kita mengenal Mira Lesmana, sutradara muda yang telah menghasilkan banyak film berkualitas. Juga Ada Ratna Sarumpet dan Rieke diah Pitaloka yang bergelut di dunia teater.
Di bidang mode, ada Anna Avantie. Siapa tak kenal dengan desainer kondang tersebut. Karya-karyanya konsisten menampilkan lagam Indonesia asli. Yang juga tak boleh ketinggalan adalah perempuan tangguh dari Sulawesi. Yakni Hj. Andi Rabiah atau yang lebih dikenal dengan sebutan suster apung. Dia adalah seorang perawat yang mendedikasi hidupnya untuk membantu sesama di Kepulauan Sulawesi dan Flores. Setiap hari ibu Rabiah menempuh 11 jam perjalanan dengan transportasi air. Tujuannya hanya satu, menyelamatkan jiwa pasien.
Selain suster Apung, kartini masa kini yang lain adalah Andi Ima Kesuma. Ia adalah seorang Profesor di bidang sejarah yang terus aktif melakukan penelitian. Terutama mengenai budaya bugis-Makassar. Perempuan yang mendapatkan gelar Raden Condro Kesumo dari Sultan Kutai Kartanegara Ing Martadipura XX ini juga mengabdikan diri di bidang pendidikan. Tidak hanya itu, ia menjadi salah satu orang yang keukeuh memperjuangkan pulang kampungnya naskah ‘I Lagaligo’. baginya, rumah yang tepat untuk naskah terpanjang di dunia itu adalah Luwu. Tempat kelahiran I lagaligo, bukan malah Belanda.
Dibelahan lain negeri ini. Masih banyak terselip kartini-kartini lain. Mereka ada, dan tetap berkarya untuk bangsa. meski tidak terekspos, perjuangan kartini-kartini tangguh tersebut tetap berjalan. Habis Gelap Terbitlah Terang, begitu ungkap R.A Kartini dalam salah satu suratnya. Kalimat itu tentu bukan sekedar jargon. Tapi lebih seperti mantra. Agar siapapun yang membaca karyanya, terinspirasi untuk turut berkarya. Karena dengan karya, tidak akan ada lagi kaum yang diremehkan apalagi dipandang rendah seperti era R.A Kartini dulu.
Hari ini, adalah saat yang tepat untuk kembali merefleksikan perjuangan R.A Kartini. juga mengukur, sudah sejauh mana cita-cita puteri Rembang tersebut terealisasikan. Hal tersebut menjadi kewajiban bagi generasi muda. Hari Kartini juga bisa menjadi momentum untuk menghidupkan kembali semangat emansipasi. Agar semakin banyak perempuan Indonesia yang terinspirasi. Melalui refleksi pula, kaum perempuan kembali bisa memetakan, dimana akan menjadi Kartini-kartini baru. Yang tidak sekedar mengagumi sosok R.A Kartini, namun juga mengadaptasi cita-cita besarnya.
Selamat hari Kartini, salam perjuangan menuju kecerdasan dan kesetaraan.