Melahirkan Semangat Pancasila
Peringatan lahirnya Pancasila pada 1 Juni sudah menginjak usia 70 tahun. Uforia dan peringatannya sungguh beragam dan semangat yang muncul juga lintas generasi. Ini seakan menandakan bahwa sekarang ini kita mulai untuk menyadari kembali, bahwa relevansi Pancasila sebagai dasar negara yang bervisi masa depan mulai terlihat.
Dalam tulisan menyambut peringatan Lahirnya Pancasila 1 Juni 1964, “Tjamkan Pantja Sila ! Pancasila Dasar Falsafah Negara”, Soekarno memberi tiga pengertian pokok Pancasila: (1) Pancasila sebagai pemerasan kesatuan jiwa bangsa Indonesia; (2) Pancasila sebagai manifestasi persatuan bangsa dan wilayah Indonesia; (3) Pancasila sebagai “Weltanschauung” bangsa Indonesia dalam penghidupan nasional dan internasional.
Artinya, Pancasila merupakan ideologi atau filsafat yang tidak saja mempersatukan berbagai komponen bangsa Indonesia (suku, agama, golongan, dan lain-lain), tetapi juga mempersatukan berbagai aliran dan pemikiran politik dalam kerangka menuntaskan revolusi karakter dan mental bangsa Indonesia, seperti yang digagas Pemerintahan saat ini.
Perjalanan bangsa selama masa reformasi memberi pelajaran berharga buat kita semua. Bahwa segala jerih payah dalam menata kehidupan politik dan ekonomi suatu bangsa tetap membutuhkan visi masa depan.
Apabila kita mengabaikan Pancasila sebagai satu-satunya dasar negara, tentunya kita justru tidak akan dapat merumuskan visi masa depan negara ini. Mungkin, yang patut disayangkan sekarang ini adalah kita diterjang kemalasan untuk kembali menggali nilai-nilai penting yang dipesankan Pancasila.
Dan disaat seperti inilah kita perlu sebuah langkah untuk melahirkan semangat yang mampu membawa Pancasila pada jalan yang benar. Uforia yang telah kita bangun jangan berhenti pada peringatan lahirnya Pancasila saja, namun kehadiran Pancasila harus menghiasi hari-hari kita.
Jatuh Bangun Pancasila
Melahirkan semangat Pancasila bisa diartikan sebagai keinginan kita untuk menegaskan diri kembali pada komitmen ber-Pancasila. Komitmen itu adalah bahwa Pancasila merupakan dasar dan ideologi dalam kita bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Dengan demikian, memaknai Pancasila pada hari-hari yang akan datang dimaksudkan agar kita mengerti bahwa nilai-nilai Pancasila adalah landasan moral dan etika dalam membangun kebijakan politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya dan kebijakan-kebijakan lainnya.
Mencermati problem kebangsaan yang belakangan ini bermunculan, mungkin menjadi sebuah alasan yang kuat untuk kembali menggali nilai-nilai Pancasila. Domain Pancasila adalah rakyat Indonesia. Yang perlu diperhatikan dan ditekankan adalah bagaimana rakyat atau warga negara yang di dalamnya ada individu, kelompok, golongan atau yang lain dapat berinteraksi dengan baik dalam wadah kebhinekaan.
Maka, tugas kita sekarang adalah bagaimana menjaga Pancasila agar steril dari dominasi individu, kelompok atau golongan tertentu. Indikasi ini bisa dilihat dimana pada tahun 2012-sekarang, nilai-nilai keutamaan yang dikandung Pancasila tidak lagi menjadi acuan sebagian pemangku kebijakan/ penyelenggara negara. Pancasila sekadar tercantum dalam anggaran dasar/ anggaran rumah tangga. Namun, sebagian penyelenggara negara malah terjebak dalam pragmatisme dan transaksionalisme. Artinya, bukan Pancasila yang jatuh bangun, melainkan bangsa dan negara yang salah urus inilah yang menyebabkan rakyat semakin jatuh dan sulit untuk bangun.
Hal ini terbukti dengan semakin panjangnya daftar koruptor dan kasus korupsi di lingkaran kekuasaan, seperti kasus korupsi migas, korupsi pajak, hingga dugaan kasus mafia persepakbolaan. Selain itu, ada 200-an Undang-Undang yang dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi karena dipandang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
Pancasila diabaikan, akhirnya negara tidak mempunyai acuan filosofis kebangsaan dan kenegaraan. Sehingga NKRI dikepung oleh perilaku menyimpang sebagian penyelenggara negara dan ideologi asing. Artinya bahwa, nilai-nilai Pancasila belum mendasari kebijakan publik dalam mengolah kehidupan berbangsa dan bernegara. Akibatnya, bangsa ini selalu mencari identitas diri.
Semangat untuk terus memperjuangkan Pancasila sebagai landasan hidup berbangsa dan bernegara harus tetap dikobarkan. Jalan Pancasila tidak bisa dikatakan sebagai jalan yang mudah, tetapi sejak awal memang telah disadari bahwa memilih jalan Pancasila berarti memilih jalan yang tidak mudah. Jangan hanya seperti api dalam sekam. Artinya, api semangat hanya akan berkobar dalam peringatan-peringatan ke-Pancasila-an namun redup di kala bangsa ini sedang membutuhkan. Ini adalah tugas yang tiada akhir bagi kita semua.
Ali Musthofa, Pemerhati Kebangsaan