Pancasila dan Merajut Retaknya Rasa Kebangsaan

Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia, sudah seharusnya dijadikan langkah awal dan refleksi kritis sebagai upaya dalam memecahkan persoalan kebangsaan seperti dalam kasus korupsi yang melibatkan petinggi Polri yakni Budi Gunawan, sehingga berdampak konflik politik-hukum pada kedua lembaga yakni KPK dan Polri. Saat ini seolah-olah nilai-nilai pancasila yang menjadi dasar negara Indonesia tidak mampu diimplementasikan oleh elite politik, pejabat negara dan anggota DPR, DPRD dan masyarakat, sehingga tak salah kiranya jika banyak terjadi kehancuran peradaban bangsa Indonesia.

Menguatnya praktek korupsi di Indonesia itu disebabkan para pejabat pemerintahan dalam hal ini polri dan pemimpin bangsa itu tidak mampu mengamalkan nilai-nilai pancasila. Bahkan mereka sangat apatis, dan tidak peduli dengan apa itu pancasila. Pancasila hanya dijadikan sebagai sebuah identitas saja. Tapi, tidak pernah diejawantahkan di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Padahal, sebagaimana yang kita ketahui secara bersama. Pancasila sebagai sebuah pandangan hidup (way of life) itu memberikan suatu petunjuk bagi masyarakat Indonesia. Pancasila yang mempunyai nila-nilai luhur itu sudah seharusnya mampu dijadikan alat dan tindakan dalam setiap mengambil keputusan dan kebijakan di dalam sistem pemerintahan di Indonesia.

Pancasila yang juga memiliki sumber-sumber ilmu pengetahuan dan memiliki nilai-nilai yang luhur sudah seharusnya dapat diwujudkan oleh pemimpin bangsa seperti Presiden Jokowi dan Kabinet dalam pemerintahanya serta Polri. Akan tetapi, persoalannya secara filosofis adalah kenapa pancasila itu sulit diterapkan di dalam diri bangsa Indonesia? Seolah-olah Pancasila itu hanya sebagai sebuah simbol saja, tapi tak memiliki arti dan sumbangasih dalam menyelesaikan persoalan negara.

Berdasarkan asumsi itu, persoalan mengenai lunturnnya pemahaman bangsa Indonesia mengenai Pancasila sebagai pandangan hidup (way of life) menjadi tugas dari seluruh pemimpin bangsa Indonesia. Pancasila sebagai dasar ilmu pengetahuan harus mampu mengembangkan pancasila sebagai dasar-dasar ilmu pengetahuan yang sesungguhnya mempunyai niai-nilai luhur untuk mengatasi persoalan kebangsaan seperti persoalan penegakan hukum, korupsi, pendidikan dan politik. Dengan menggunakan aspek ontologi, epistemologi dan aksiologi.

Pancasila sebagai dasar sebuah ilmu pengetahuan (science of knowledge) dapat digunakan untuk mengembangkan pancasila dan memecahkan persoalan kebangsaan dengan tiga cara. Pertama, secara ontologi, Pancasila pada hakekatnya, sebuah sistem nilai atau prinsip yang mendasari bangunan negara Indonesia. Sebagai nilai atau prinsip dasar, di dalamnya terkandung makna-makna kebijaksanaan reflektif yang menyiratkan idealisasi pada sesuatu yang dianggap baik, benar, indah dan bermanfaat bagi manusia.

Di dalam sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, itu pada dasarnya menegaskan secara ontologi, bahwa manusia hidup di dunia harus selalu bertaqwa dan beriman kepada Tuhan. Sila pertama yang memiki makna secara ontologi sebagai sebuah ilmu pengetahuan harusnya bisa dipahami oleh masyarakat Indonesia. sehingga manusia itu diharapkan tidak melakukan perbuatan yang tercela dan merugikan orang lain, menghindari praktek korupsi, dan menjauhi kebijakan yang merugikan rakyat Indonesia. Seperti kebijakan kenaikkan BBM, Tarif Listrik dan kebijakan yang membebaskan investor asing untuk mengeksploitasi sumber daya alam Indonesia ini.

Kedua, secara epistemologis, Pancasila, pada mulanya adalah harmonisasi dari paham Barat modern sekuler, paham kebangsaan, Islam dan pelbagai jenis pengetahuan lainnya yang melalui proses perdebatan panjang hingga mencapai titik temu. Kebenaran yang dikandung Pancasila adalah kebenaran konsensus. Watak konsensus berkonsekuensi pada fleksibilitas peninjauan atas konsensus, meskipun jika berubah dalam bentuk yuridis akan memiliki kekuatan mengikat. Pancasila, yang mengandung kebenaran konsensus adalah sistem terbuka yang dapat ditafsir dalam pelbagai arti, dinilai kelemahan dan kelebihannya dan dikontekstualisasikan dengan semangat perubahan. Karena itu, dalam epistemologi pancasila ini seusngguhnya bisa untuk menyelesaikan kasus terorisme dan radikalisme agama.

Di samping itu, nila-nilai Pancasila yang terdiri dari lima sila itu memiliki banyak sumber pengetahuan yang sudah seharusnya mampu diimplementasikan dalam kehidupan manusia dan sumber pengetahuan pancasila itu harus dijadikan petunjuk terhadap manusia dalam melakukan tindakan. Nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila sesungguhnya sudah cukup untuk mengatasi persoalan kebangsaan dan membawa kemajuan bangsa Indonesia yang lebih baik. Jika pengetahuan-pengetahuan pancasila itu diterapkan secara genuine dalam menjalankan tugas negara.

Ketiga, secara aksiologi, Pancasila sebagai pandangan hidup mempunyai nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam sila-sila, yakni nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, persatuan dan kerakyatan serta keadilan sosial-yang memiliki sikap keberpihakan untuk membela dan menjunjung tinggi nilai-nilai tersebut. Nilai-nilai luhur seperti budi pekerti, cipta-rasa-karsa dan nurani yang terkandung di dalam butir-butir Pancasila itu sudah seharusnya mampu diserap nilai dasar dari pancasila ke dalam jiwa dan tubuh masyarakat Indonesia. Nilai-nilai Pancasila itu bisa diterapkan oleh pejabat negara, elite politik dan petinggi Polri.

Berpijak dari ketiga aspek di dalam Pancasila tersebut, secara ontologis, epistemologis dan aksiologis nilai-nilai di dalam pancasila mengandung ajaran tentang potensi dan martabat manusia yang dianugerahi akal dan hati nurani. Dengan di dasari oleh nilai-nilai luhur Pancasila diharapkan bisa menggugah manusia-manusia Indonesia untuk kembali bersetia dan konsisten meresapi dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila. Karena itu, sudah menjadi tanggung jawab kita semua baik itu, elite politik, pejabat negara, dan masyarakat Indonesa untuk mampu menerapkan nilai-nilai ajaran Pancasila dalam kehidupan umat manusia. Sehingga ajaran dan nilai-nilai Pancasila tidak menjadi sebuah simbol saja dan dijadikan alat kepentingan politik.

Karena itu, kita hanya bisa berharap kepada Presiden Jokowi dan elite politik agar lebih dewasa dalam menyelesaikan persoalan kebangsaan yang selalu bersandar nilai-nilai budi pekerti dari pancasila ini. Dengan begitu, besar kemungkinan masyarakat Indonesia akan lebih baik dan lebih maju, melainkan juga, perilaku dan perbuatan elite politik jauh akan menjadi manusia yang sempurna. Sehingga apa yang dicita-citakan bangsa Indonesia ini akan tercapai dan menjadikan jati diri bangsa Indonesia lebih bermartabat. Semoga.

Syahrul Kirom, M.Phil, Penulis adalah Alumnus Pascasarjana Filsafat UGM