Empat Pilar Sudah Tamat, Menengok Problem Epistemologis Empat Pilar

IMGJudul: Problem Epistemologis Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

Penulis: Prof. Dr. Kaelan

Penerbit: Paradigma, Yogyakarta

Tebal: 305 halaman (2012)

Sepanjang tahun 2010 hingga 2013, Masyarakat dan komunitas pendidik disibukkan dengan persoalan dan perdebatan terkait sosialisasi empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI. Masyarakat mulai meragukan dan mempertanyakan terkait bagaimana komitmen penyelenggara Negara terhadap aplikasi dan internalisasi Nilai-nilai Pancasila sebagai dasar falsafah bangsa. Persoalan yang diperdebatkan adalah upaya dari Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) menjadikan Pancasila sebagai atau sejajar dengan pilar kehidupan berbangsa dan bernegara.

Berbagai penolakan dari masyarakat terjadi terkait dengan program empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara, penolakan tersebut sebagai bukti ketidakpedulian penyelenggara Negara untuk memperhatikan aspirasi rakyat terkait sosialisasi empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara. Buku yang berjudul Problem Epistemologis Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara ini membahas terkait persoalan epistemologis terhadap istilah yang digunakan oleh MPR RI yaitu empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara. Buku ini adalah jawaban dari masyarakat yang selama ini mengalami kegelisahan dan para pendidik yang merasa dalam kondisi dilemma, apakah Pancasila harus diajarkan dalam konteks empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara dengan menjadikan Pancasila sejajar dengan pilar atau mengajarkan Pancasila sebagai dasar Negara sebagaimana sejarah dan berbagai catatan kenegaraan mengungkapkan bahwa Pancasila adalah dasar falsafah Negara.

Buku yang terdiri dari enam bab ini mengurai dengan gamblang terkait persoalan sosialisasi empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara tidak diterima oleh masyarakat dan kalangan akademisi. Sosialisasi empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara hanya semacam model dan kegiatan untuk menghabiskan anggaran Negara dengan mengatasnamakan pendidikan politik. Dalam prakteknya, sosialisasi yang digalakkan oleh MPR RI adalah semacam agenda untuk membuang uang dengan melakukan talk show, seminar, pelatihan, dan berbagai perlombaan tetapi belum secara serius melakukan internalisasi terhadap nilai-nilai Pancasila. Kesan yang muncul dalam sosialisasi empat pilar justru kesan proyek-isme dari MPR RI.

Sejak frase empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi melalui uji material terhadap Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik tahun 2013 karena bertentangan dengan UUD 1945 dan Inkonstitusional sudah seharusnya MPR RI menaati keputusan tersebut tetapi dalam kenyataan justru MPR RI tetap genjar melaksanakan sosialisasi empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara karena persoalan pundi-pundi uang dan proyek yang harus dijalankan.

Gagasan penulis dalam buku ini telah mengurai dengan tegas bagaimana istilah empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara adalah cacat secara epistemologis dan tidak layak untuk menjadi istilah yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari karena memaksakan Pancasila sebagai pilar dalam konsep empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara. Buku ini menarik untuk dibaca dan diketahui oleh kalayak umum mengapa sejumlah akademisi dan seluruh masyarakat Indonesia menolak terhadap program sosialisasi empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara karena dari istilah saja sudah mencabut dan menggrogoti Pancasila sebagai dasar Negara.

Hastangka, Mahasiswa S3 Ilmu Filsafat dan Pendiri Institute for Research and Indonesian Studies (IRIS)