ASEAN Community & Tantangan Pemuda Perbatasan
Perbincangan ASEAN Community seakan tiada habisnya dalam dua tahun terakhir. Dimana isu ASEAN Community menjadi isu yang seksi dibicarakan dalam forum ilmiah, seminar, diskusi panel maupun pembentukan lembaga yang khusus menggodok isu tentang ASEAN Community. Banyak pihak yang berpikir pesimis bahwa Indonesia hanya akan menjadi penonton dalam era ini. Akan tetapi, juga banyak pihak yang optimis Indonesia akan menjadi pemain unggul di kawasan ASEAN. Namun demikian saat ini Indonesia tidak lagi terpengaruh oleh kedua sikap tersebut, karena memang ASEAN Community sudah ada didepan mata. Indonesia harus mampu tampil sebagai pemaian di ASEAN.
Dengan potensi yang dimiliki Indonesia, baik dari segi SDA dan SDM, Indonesia haruslah tampil percaya diri dan menggalakan program-program yang mendorong keseluruhan sektor untuk tampil di panggung ASEAN Community. Salah satu potensi yang harus dikembang negara di era ASEAN Community adalah potensi penduduk Indonesia. Dimana jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Bahkan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memproyeksikan bahwa jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2035 mendatang berjumlah 305,6 juta jiwa. Jumlah ini meningkat 28,6 persen dari tahun 2010 yang sebesar 237,6 juta jiwa. Dengan demikian proyeksi pada tahun 2035 Indonesia akan menjadi negara kelima dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia. Namun demikian kabar baiknya, berdasarkan data dari Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) menyebutkan bahwa peningkatan jumlah penduduk Indonesia tersebut dibarengi dengan meningkatnya penduduk berusia produktif (usia 15 tahun sampai 65 tahun).
Dengan proyeksi ini ada secercah harapan datang dari pemuda sebagai tonggak masa depan bangsa. Usia pemuda berdasarkan UU Nomor 40 tahun 2009 tentang kepemudaan, dimana usia pemuda itu berkisar 16-30 tahun, bak gayung bersambut berdasarkan hasil Sensus Badan Pusat Statistik (BPS) 2010 jumlah penduduk Indonesia yang berusia 16-30 tahun berjumlah 62 juta, sedangkan hasil sensus BPS 2010 total masyarakat Indonesia mencapai angkat 237 juta. Dengan demikian jumlah pemuda mencapai 26.2 % rekapitulasi jumlah pemuda di Indonesia.
Kelompok pemuda pada dasarnya memiliki akses yang lebih luas terhadap pengetahuan dan informasi, dibanding dengan kelompok masyarakat lain. Selain itu saat maksimal untuk merasakan fungsi tubuh secara maksimal adalah usia pemuda. Pemuda dianggap mampu menangkap isu tertentu secara kritis, sehingga biasanya gerakan-gerakan pemuda terbangun atas dasar kesadaran yang mandiri. Kaitanya dengan laskar tapal yang dimaksud dalam tulisan ini adalah suatu kelompok pemuda secara kolektif mampu mengadakan pengabdian masyarakat di perbatasan. Hal mampu menjadi arus utama dalam sosialisasi ASEAN Community berikut juga dibarengi dengan aksi nyata dalam rangka memperkuat kemandirian pemuda di perbatasan.
Setiap tahunnya pengabdian yang dilakukan umumnya mahasiswa di perbatasan ini mengalami peningkatan. Selain itu juga didukung dengan gerakan-gerakan yang mencoba mengupas daerah tepi Indonesia seperti gerakan jelajah Nusantara. Walaupun memang seringkali yang dilakukan pemuda-pemuda ini hanya bersifat pragmatis, sebagai media untuk meyalurkan dorongan jiwa tantangan dalam diri pemuda atau bahkan hanya sekedar menyalurkan hasrat wisata dengan ditandai foto “Selfie” di tempat tersebut. Namun terlepas dari itu pada dasarnya arus pemuda yang condong berangkat ke perbatasan, haruslah dibarengi dengan modal secara ideologis. Menjadikan pemuda sebagai pintu gerbang (frontliner) ASEAN Community di perbatasan, berarti menuntut pemuda untuk berperan aktif melakukan penguatan kemasyarakat menuju era ASEAN Community ini, terlebih bagi pemuda di perbatasan sebagai laskar perubahan masyarakat perbatasan.
Pola relasi ASEAN Community meniscayakan modalitas sosial dalam bentuk kerjasama dan sinergitas antar komunitas di ASEAN. Pemuda di perbatasan menjadi aktor yang sangat signifikan dalam ASEAN Community. Dimana pemuda yang cenderung komunikatif dalam membangun jejaring memungkinkan terjalinya komunikasi aktif dengan pemuda di negara lain. Namun sayangnya kondisi pemuda diperbatasan Indonesia jauh dari kondisi ini, dimana keterbatasan akses informasi membuat mereka tidak tahu akan era yang akan dihadapi ialah ASEAN Community. Maka dari itu perlu ada penguatan dan optimalisasi peran pemuda diperbatasan, hal ini bisa dilakukan dengan model pemberdayaan yang dilakukan oleh pemuda diluar masyarakat perbatasan, agar terbentuk sharing pengetahuan terhadap tantangan ASEAN Community. Keterlibat langsung dalam melaksanakan pemberdayaan masyarakat lokal terutama pemuda di perbatasan bukanlah hal yang mustahil dilakukan oleh pemuda. Hal ini merupakan bentuk respon atas ketidakmampuan negara mensosialisasikan spirit ASEAN Community di remote area.
Cita-cita besar ASEAN Community untuk membangun kekuatan bersama di ASEAN 2015 haruslah ditatap dengan penuh optimisme. Walaupun memang banyak pihak yang meragukan keterlibatan aktif masyarakat Indonesia dalam ASEAN Community. Potensi ekonomi, sosial budaya, keamanan dan politik di ASEAN yang terintegrasi dalam ASEAN Community ini tidak hanya sebagai upaya pengintegrasian tanpa makna, namun lebih besar lagi yaitu sebagai media menghantarkan masyarakat ASEAN sebagai pemain di kancah dunia. Indonesia sebagai salahsatu negara berkembang dengan jumlah pemuda yang besar di ASEAN haruslah tampil terdepan di era ASEAN Community.
ASEAN Community yang identik dengan ketiadaan batas antar negara di ASEAN, menelisik posisi tawar pemuda di wilayah perbatasan. Dimana keberadaan pemuda wilayah perbatasan seperti halnya menapakkan kaki di dua sisi mata uang. Mereka seolah berada dalam dua area yang berbeda namun satu, terlebih dengan adanya ASEAN Community. Tentu saja tantangan akan semakin besar, dimana batas negara tidak lagi menjadi momok dalam mengungkung pemuda perbatasan di negeri sendiri. Tampil aktifnya pemuda diperbatasan tentu tidak akan pernah terwujud, selama pemuda sendiri yang akan bergerak untuk membangun kesadaran itu. Untuk itu diperlukan suatu modal sosial kelompok pemuda yang memiliki visi dalam hal pemberdayaan lokal, salahsatunya memberdayakan pemuda di perbatasan melalui pengabdian masyarakat (Kuliah Kerja Nyata).
Di era ASEAN Community pemuda memiliki keleluasaan untuk terlibat secara aktif dalam melakukan pemberdayaan masyarakat lokal. Kesadaran dalam membangun sumber daya lokal (volunteer) dapat menjadi kekuatan utama dalam mengawangi arus sosialisasi ASEN Community di perbatasan. Dimana selama ini keterbatasan pemuda di perbatasan mengalami kesulitan untuk mengakses informasi, pemuda di perbatasan seperti katak dalam tempurung. Seolah-olah menjadi agen paling dekat dengan perubahan dalam era ASEAN Community, namun justru tidak tahu apa-apa akibat dari keterbatasan yang ada. Optimalisasi peran media terutama media sosial dalam mensosialisasikan ASEAN Community hingga tingkat grass root sangat mungkin dilakukan di perbatasan. Melalui keperdulian pemuda untuk menjadi agen yang aktif melalui kelompok pembangunan masyarakat lokal di perbatasan seperti halnya pengabdian masyarakat (Kuliah Kerja Nyata), merupakan sebuah upaya untuk menyentuh daerah perbatasan dengan kemajuan dengan membuat pemuda di perbatasan siap menjawab tantangan di era ASEAN Community.
Yulika, Mahasiswa FISIPOL UGM